Sabtu, 08 November 2014

BATIK PARANG RUSAK



Tugas Individu



ANTROPOLOGI SENI
“BATIK PARANG RUSAK”





 



 







                                                                                                        

Disusun oleh:

Aulia Evawani Nurdin
14B11001
Pendidikan Seni Rupa




                                                                            







PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014




BATIK PARANG RUSAK
1.      Pendahuluan
Batik merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Batik memiliki keunikan tersendiri. Keragaman motif dan keindahan warna menunjukkan nilai seni dan budaya yang tinggi serta kerumitan proses pembuatannya lebih menambah keunikan batik itu sendiri.
Pada tanggal 2 oktober 2009 United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai budaya Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai hari batik nasional.
2.      Pengertian Batik
a.       Batik menurut Pengertian Umum
Pengertian umum dahulu secara sederhana, kain batik adalah kain-kain bermotif yang dipakai untuk ikat kepala, kain selendang, sarung dan kain yang dililitkan atau digulung lalu diselipkan di daerah dada (kemben). Pengertian umum sekarang batik adalah kain bermotif yang dipergunakan untuk kemeja, rok wanita, taplak meja, gorden, seprai dan sarung bantal.
Secara terperinci batik Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·         Cara pembuatannya menurut teknik pencelupan rintang
·         Zat perintang adalah lilin batik dengan ramuan khusus
·         Motif batik mempunyai ciri khas Indonesia tersusun dari ornamen-ornamen yang mempunyai pengertian, keindahan, arti simbolis yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
b.      Batik menurut definisi Dewan Standarisasi Tekstil Indonesia (DSTI) dan Standar Industri Indonesia (SII) (1984: 4)
Batik adalah kain tekstil hasil pewarnaan, pencelupan rintang menurut corak khas ciri batik Indonesia, dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang.

c.       Batik menurut Para Ahli
Batik menurut Satmawi (1979: 12), adalah seni dan cara, untuk menghias suatu kain dengan menggunakan penutup lilin atau malam untuk membentuk corak dan pola hiasnya, membentuk bidang pewarnaan, sedang warnanya itu sendiri dicelup dengan menahan zat warna. Sedangkan menurut Hamzuri (1981: 1), batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1997: 98) terbitan Balai Pustaka mengemukakan tentang pengertian batik, yakni batik adalah corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.
Menurut Sofyan Salam (2000: 87), batik adalah proses pewarnaan pada tekstil dengan cara menggunakan lilin untuk menutupi area yang diinginkan untuk tidak dikenai warna. Dalam Phinisi (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni) yang dikemukakan oleh Drs. A. Mattaropura Husain (1992: 69), proses pembuatan batik adalah proses tutup celup. Pengertian tutup celup yaitu bagian-bagian kain ditutup dengan bahan penutup (sejenis lilin) dan mencelupkannya ke dalam warna.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, maka perlu dijelaskan pengertian seni batik dan pengembangannya. Perkataan batik berasal dari “Ambatik” (bahasa Jawa) ialah memberikan lukisan pada kain mori dengan lilin/malam, dengan memakai canting. Akar kata “Tik” adalah kata “menitik” atau “menetes”. Dari pengertian-pengertian tersebut lalu orang mengartikan sebagai menulis atau menggambar yang amat teliti (Kuswadji Kawindrosusanto, 1977: 2).
Setelah dikemukakan pengertian batik dari beberapa pendapat maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batik ialah seni menghias dan mewarnai kain yang menggunakan teknik tutup celup.
3.      Sejarah Batik
Batik sudah ada sejak zaman Prasejarah, hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan pakaian dari kulit kayu pada zaman batu muda (Neolithicum) dan batu besar (Megalithicum). Proses pengerjaan pakaian tersebut, dengan cara kulit kayu dikempa (ditekan/diapit) menjadi pakaian yang dihiasi dengan warna dari zat alam.
Selain itu, pada zaman perunggu barang-barang terbuat dari logam dan dihiasi ornamen-ornamen (motif) yang memiliki kesamaan dengan motif batik. Hal ini membuktikan bahwa adanya motif batik pada zaman tersebut.
Ketika kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia (Jawa Barat), hasil pembatik masyarakat Indonesia menjadi lebih bagus (halus). Banyak yang beranggapan bahwa batik dating dari India, melainkan batik sudah ada sebelum India (kebudayaan Hindu) datang ke Indonesia.
Pada zaman Kebudayaan Islam sekitar tahun 1646 seni batik mulai berkembang baik dikalangan kraton maupun rakyat (daerah pesisir). Pada masa tersebut batik berfungsi sebagai kelengkapan adat, keindahan dan kebutuhan akan sandang serta keperluan lainnya sebagai barang ekonomi.
Batik mulai tersebar pada zaman pejajahan Belanda dan Jepang. Para pembatik mengungsi ke wilayah lain membawa karya batik, sehingga batik kaya akan motif dan warna.
Pada zaman kemerdekaan mulailah bermunculan motif batik yang dinamis, bebas, batik lukis, batik remukan (krekel) dan batik pikaso (batik dengan motif dan proses yang baru). Seiiring perkembangan zaman, kerajinan batik juga ikut berkembang baik dari segi motif maupun teknik pembuatannya.
4.      Batik Parang Rusak
Batik Indonesia dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga saat ini. Batik Parang merupakan batik asli dan tertua di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Kraton Mataram Kartasura (Solo) sekitar tahun 1680 M.
Batik merupakan salah satu teknik menghias kain untuk pakaian yang menjadi kebudayaan keluarga raja-raja di Indonesia pada zaman dahulu. Pada mulanya batik dikerjakan hanya di lingkungan keraton saja dan hasil batiknya digunakan oleh para raja dan keluarga serta pengikutnya.
Keberadaan batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, dia sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti "pereng" atau tebing berbaris. Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri pakaian Mataram.
Di salah satu tempat bertapa tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena terkikis deburan ombak laut selatan, sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka motif parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan Istana.
Motif batik Parang Rusak merupakan salah satu motif larangan yag dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Motif batik yang termasuk larangan antara lain : Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat lar, Udan liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.
Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk batik. Jikalau batik di keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Kraton Yogyakarta.
Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan atara pola batik Keraton Kasultanan Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman yakni Pola Candi Baruna yang terkenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal antara lain Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barang Bintang Leider dan sebagainya.
5.      Makna Motif Batik Parang Rusak
Motif parang berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan kekuatan. Hanya boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.
Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti Parang Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Karena penciptanya pendiri Keraton Mataram, maka oleh kerajaan. Motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang. Motif-motif parang dulunya hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa. Sehingga jenis motif ini termasuk kelompok batik larangan. Motif ini merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di lingkungan kraton. Pada zaman dahulu, Parang Rusak biasanya digunakan prajurit setelah perang untuk memberitahukan kepada Raja bahwa mereka telah memenangkan peperangan.  Namun saat ini motif ini bisa kita temui di pasaran dan bisa dikenakan oleh siapapun.
 
Kata parang berasal dari kata pereng yaitu lereng. Motif parang menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal dengan kemiringan 45 derajat. Motifnya berbentuk huruf S yang saling menjalin dan tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar S tersebut diambil dari ombak samudera yang menggambarkan semangat yang terus berkobar (tidak pernah padam). Motif batik Parang Rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu semangat pantang menyerah seperti ombak laut yang tak berhenti bergerak.
Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke generasi muda para bangsawan. Motif batik Parang Rusak menjadi simbol dari orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik Parang Rusak melambangkan rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik Parang Rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti.
Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Konon, jika batik parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin masyarakat awam menganggap tidak pantas jika batik parang rusak digunakan dalam upacara pernikahan.
6.      Filosofi Warna Batik Parang Rusak
Proses pembuatan batik parang rusak menggunakan teknik batik tulis. Proses pembuatan batik tulis sangat rumit dan memakan waktu yang cukup lama. Untuk menghasilkan kain batik dengan motif dan warna yang bagus dibutuhkan beberapa kali proses. Mulai dari proses membuat motif pada kain, pembatikan, pencelupan atau pewarnaan, dan pelorotan atau pencucian ada yang diulang 3 hingga 5 kali proses.
Pewarnaan batik tersebut menggunakan zat warna dari alam, berupa tumbuh-tumbuhan. Zat pewarna alam untuk bahan tekstil (batik) pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai zat warna batik antara lain :
·         Akasia
Akasia atau Acacia catecu dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna cokelat, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
·         Kayu Malam
Kayu malam atau Aporosa frutescens dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna hitam pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kayu kerasnya.
·         Secang
Tanaman secang atau Caesalpinia sappan dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
·         Pohon Tengar
Tengar atau Cerios tagal digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit kayunya.
·         Tegeran
Tegeran atau Maclura cochinchinensis dapat menghasilkan motif warna kuning pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu teras akar.
·         Tanaman Kawasan
Tanaman Kawasan atau Mallotus philippinensis dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna oranye, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada granula buah.
·         Mengkudu
Mengkudu atau Morinda citrifolia digunakan pada pewarnaan merah pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit akar.
·         Soga
Soga atau Peltophorum pterocarpum dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulit batang.
·         Katapang
Katapang atau Terminalia catappa dapat menghasilkan motif warna hitam pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit, daun, akar, dan buah muda.
·         Tanaman Plasa
Plasa atau Butea monosperma dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna kuning, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada bunga.
·         Tanaman Tarum
Tarum atau Indigofera sp. digunakan pada pewarnaan biru pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
·         Tanaman Noja
Tanaman Noja atau Peristrophe bivalvis dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun cabang muda.



·         Tanaman Jirak
Tanaman Noja atau Symplocos dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulitnya.
·         Gambir
Daun mangga atau Uncaria gambir digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun dan cabang muda.
·         Mangga
Mangga atau Mangifera indica digunakan pada pewarnaan hijau pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
·         Kesumba
Kesumba atau Bixa orellana digunakan pada pewarnaan oranye pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada bijinya.
·         Srigading
Srigading atau Nyctanthes arbor-tristis L. digunakan pada pewarnaan kuning krem pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Warna batik tradisional melambangkan sifat dan nafsu manusia, warna tersebut ada tiga yaitu cokelat, putih, dan hitam sebagai warna utama dalam batik tradisional Yogyakarta. Warna cokelat melambangkan pribadi yang hangat, terang alami, rendah hati, bersahabat, kebersamaan, tenang dan sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan rasa dalam segala tindak-tanduknya. Warna putih melambangkan pribadi yang suci, polos, lugu, jujur, bersih, spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang melambangkan sifat religius masyarakat Jawa. Warna hitam melambangkan pribadi yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Sehingga makna simbolis warna dan motif batik tradisional Yogyakarta melambangkan agar manusia yang memakai batik tersebut dapat memiliki sifat-sifat sesuai dengan makna motif batik tersebut dan dapat mengendalikan nafsu sesuai dengan makna warna batik tersebut.
Pada zaman dahulu proses pewarnaan batik menggunakan zat warna alam. Seiiring perkembangan zaman, banyak bermunculan zat pewarna sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Dengan adanya pewarna sintesis, masyarakat cenderung menggunakannya dikarenakan kemudahannya dalam pencarian dan pemakaian. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan saat ini. Sudah banyak hutan kita yang ditebang, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan.
7.      Keberadaan Batik Saat Ini
Pada zaman modern ini, batik tidak lagi digunakan oleh kalangan kerajaan melainkan sudah menyebar dan digunakan oleh masyarakat umum. Bahkan pada setiap tanggal 2 oktober diperingati sebagai hari batik. Masyarakat Indonesia antusias akan hal itu, ini terbukti dengan pemakaian batik diseluruh lapisan masyarakat baik pada hari-hari biasa maupun hari batik itu sendiri.
Batik menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, karena batik merupakan identitas Negara kita. Warisan budaya kita yang telah diakui oleh seluruh dunia. Batik memiliki keunikan tersendiri baik dari segi alat, bahan, motif dan proses pembuatan.
Saat ini, batik sudah tersebar di seluruh Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki batik yang memiliki motif sesuai dengan karakteristik ataupun kebudayaan masing-masing daerah. Kita sebagai bangsa Indonesia patut bangga akan Negara kita yang kaya akan budaya dan karya seni.











DAFTAR PUSTAKA
_____. “Makna dan cerita di balik motif batik”. 12 agustus 2012. http://putrikawung.wordpress.com/2012/08/12/makna-dan-cerita-di-balik-motif-batik/.
Batik, Amin Rumah. “Munculnya Batik Keraton”. ____. http://www.rumahbatik.com/artikel/101-munculnya-batik-keraton.html
Batik, Amin Rumah . “Makna Batik Parang”. 22 desember 2013. http://www.rumahbatik.com/artikel/131-makna-motif-batik-parang-1.html
Husain, A. Mattaropura. 1992. Pengembangan Mata Kuliah Kerajinan Batik Pada Jurusan Seni Rupa FPBS IKIP Ujung Pandang. Pinisi Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Volume I No. 2 Februari 1992, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Ujung Pandang.
Ilham. “Pewarna Alam Batik”. ____. http://ilankilunk.blogspot.com/2012/02/pewarna-alami-batik.html
Pradana, Beda Aruna. “Makna Simbolis Warna Dan Motif Batik Tradisional Yogyakarta”. 1 april 2012. http://ardajogja.wordpress.com/2012/04/01/makna-simbolis-warna-dan-motif-batik-tradisional-yogyakarta/
Sewan Soesanto S. Teks, S.K..1984. Seni dan Teknologi  Kerajinan Batik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Salam, Sofyan. 2000. Seni Rupa Mimesis dan Modern/Kontemporer di Sulawesi Selatan:Dewan Sulawesi Selatan.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar